Ujian Sabar

Ujian Sabar. Puasa ramadhan menginjak hari kedua saya mendapat ujian kesabaran. Pulang kerja jam 4 (empat) sore dengan jalan kaki menuju stasiun gubeng. Masih seperti hari sebelum puasa, saya selalu jalan kaki baik berangkat maupun pulang untuk menuju stasiun gubeng. Menyeberang jalan raya di Surabaya rutinitas sehari-hari baik siang maupun sore hari. Saya memang tidak begitu pintar untuk menyeberang di jalan raya seperti yang pernah saya ceritakan, saya menyeberang jalan raya minimal menunggu kendaraan sepi. Padahal jalanan di surabaya tidak pernah sepi, dapat celah sedikit sekian detik langsung menyeberang walau kadan hati was was kalau ketabrak.

Ujian sabar nya itu menunggu kendaraan agak sepi, saya harus menunggu minimal 5 menit untuk menyeberang dan setelah berhasi membuka jalan untuk menyeberang tiba-tiba ada sepeda motor jenis bebek dengan kecepatan tinggi. Tidak berusaha me rem kendaraannya untuk memberi kesempatan saya menyeberang malah menyerobot dan sedikit ada kebingungan antara penyeberang dan pengendara. Akhirnya keluar kata-kata umpatan dari pengendara kepada saya, cukup jelas saya mendengar umpatan "goblok" dengan logat khas surabaya yang memang kasar. Cukup saya balas dengan cengengesan "goblok dewe". Sempat sakit hati dengan umpatan orang tersebut dan mengarah ke emosi, tapi alhamdulillah setelah 100 langkah kaki sambil meredam emosi dan berhasil. Memang saya tidak pintar menyeberang jalan atau bisa dikatakan koplak, lha mau menyeberang saja harus tunggu sepi dulu , padahal jalan tidak pernah sepi. Ya sudah sing waras ngalah, yang waras mengalah.

Sing Waras Ngalah

 Berbicara sing waras ngalah ini juga merupakan ujian sabar atau pelajaran kesabaran yang saya hadapi saat menjalankan ibadah puasa. Jadi ingat dahulu saat masih suka memasang spanduk, memasang pamflet untuk acara kegiatan. Saya harus menempel pamflet dan memasang spanduk di tempat yang strategis mudah terlihat oleh khalayak umum. Celakanya tempat strategis tersebut pasti sudah ada yang memasang pamflet dan spanduk karena daerah tak bertuan. Pilihanya ada dua, menutupi spanduk dan pamflet yang ada atau di pasang di pinggirnya dengan resiko view nya tidak bagus atau kurang strategis dan tidak begitu menjual. Ini juga berlaku hukum sing waras ngalah seperti pada pelajaran ujian sabar. Kebanyakan yang memasang spanduk dan pamflet tidak mengindahkan pelajaran sing waras ngalah, saling tumpuk saling rebut lahan asal dirinya bisa berjaya. Semoga saja gambaran seperti ini tidak terjadi pada manusia di Indonesia, atau paling tidak pada tetangga saya, sing waras ngalah, sing sabar.