Gerak Jalan Tajemtra (Tanggul Jember Tradisional)

Gerak Jalan Tajemtra

Gerak jalan tajemtra atau Tanggul Jember tradisional merupakan even tahunan Kabupaten Jember. Dalam even yang bertajuk BBJ (bulan berkunjung ke Jember) yang even besarnya menyajikan JFC (jember fashion carnaval) besutan Dynand Fariz. Tajemtra sendiri berasal dari kata Tanggul dan Jember. Tanggul itu kecamatan yang berada di sisi Barat Jember Kota, kota kecamatan yang ramai dan memiliki alun-alun di pusat kota. Jarak tanggul dan jember berkisar kurang lebih 30 km. Walaupun jaraknya jauh, peserta tetap antusias dalam mengikuti tajemtra. Pesertanya boleh individu dan beregu dengan pakaian bebas boleh di hias.



Peserta bapak-bapak pun tampak semangat mengikuti gerak jalan tajemtra sebagai bentuk rasa syukur atas kemerdekaan, juga sebagai bentuk dari kebebasa. Orang berjalan 30 km bagaikan burung yang terbang bebas ke angkasa, karena jalan propinsi yang menghubungkan Surabaya, Lumajang, Jember, Banyuwangi di tutup total (bertahap). Saya mendengar cerita dari mbah kung yang seorang pensiunan tentara angkatan darat begitu antusias bercerita tentang tajemtra. Sebenarnya bukan kakek dari garis keturunan langsung, beliau pernah menjabat sebagai kepala desa di Rengel dan bapak saya menjadi Modin (kayim, Kaur kesra, P3N). Mereka berdua sangat akrab seperti saudara sendiri. Ketika saya melanjutkan sekolah ke Jember saya tinggal di rumah mbah kung di Griya Mangli Indah selama 3 bulan. Kini keduanya telah meninggal dunia (alfatihah).

Bagi peserta yang sudah sepuh seperti mbah kung, ikut tajemtra merupakan kebanggan tersendiri.

Tahun 2007 (semester 7) ketika saya pertama kali membawa Gl Pro saya ke Jember (sebelumnya saya jalan kaki jika ke sekolah) ternyata sedang dilangsungkan gerak jalan tajemtra. Saya hanya sebagai pembonceng dan adik saya yang nyetir saya suruh libas saja jalannya. Masih ada celah kecil untuk sepeda motor. Dan ketika sudah sampai di perbatasan tanggul bangsalsari kami di stop oleh pak polisi tidak boleh melanjutkan perjalanan karena jalan di pakai penuh. Kami disarankan belok kanan untuk menuju ke jember. Dengan berbekal feeling dan peta yang ngawur asal mulut masih bisa bertanya. Setelah 45 menit perjalanan yang tak tau jurusannya, ternyata tembus di kecamatan wuluhan (rumahnya mas ks) kemudian lanjut ke Ambulu, Jenggawah, Ajung, Tegalbesar, kebonsari dan akhirnya sampai di sumbersari. Dua jam perjalanan kami lewati karena jalanan padat. Ternyata jalur tersebut adalah jalur alaternatif menghindari tajemtra.

Apapun imbas lalu lintas dari tajemtra, saya sangat mengapresiasi pelaksanaan tajemtra seperti halnya gerak jalan surabaya mojokerto. Tidak setiap hari acara serupa di gelar, dan juga masalah pengaturan lalu lintas saja yang belum maksimal. Saya tidak bisa melihat langsung acara tajemtra, dengan menuliskannya saya seperti melihat langsung acaranya.