Lagi-lagi membahas masalah pengalaman shalat. Setelah bercerita
shalat di dalam kereta, saatnya saya bercerita shalat di stasiun baik stasiun gubeng maupun stasiun mojokerto. Kedua stasiun ini sangat penting bagi saya, karena dapat menghubungkan tempat tinggal saya dengan tempat kerja saya. Tidak bisa dikatakan stasiun gubeng dan mojokerto rumah kedua dan ketiga bagi saya,
tentu tidak bisa, karena saya tidak pernah menginap di area kedua stasiun tersebut. Lagian siapa yang mau menginap di area stasiun, nanti di
obrak satpam dan juga banyak nyamuknya serta tidak ditemani istri saya tentunya. Dibayar murah pun saya tidak mau tidur di stasiun.
Shalat Maghrib di Stasiun Gubeng
Tahun 2011-2012 saya menggunakan kereta api KRD dengan alasan jam berangkatnya cocok dengan jam pulang kerja. KRD berangkat beriringan dengan adzan maghrib di stasiun gubeng, kalau sudah begini saya shalat di dalam kereta. Jika saya memaksa harus shalat di mojokerto, di jamin sudah adzan isya' artinya saya ketinggalan shalat maghrib.
Suatu saat KA KRD mengalami keterlambatan berangkat, saya shalat berjamaah di stasiun gubeng bertiga salah satunya adalah imam (bukan saya). Imam sangat khusyu' sekali membaca surat al fatihah dan surat pendek (
agak panjang). Begitu pula dengan gerakan shalat sangat menghayati sekali katanya sih tumakninah banget.
Baru dapat 1 rakaat tiba-tiba dari pengeras suara terdengar KA KRD memasuki jalur 1 stasiun gubeng, masih ada 2 menit sebelum kerata berangkat. Sedangkan imam masih shalat dengan khusyu'nya (khuysu' nya nemen pokoknya). Dalam hati sudah memberontak ingin meninggalkan barisan jamaah, tapi itu tidak mungkin, karena membatalkan shalat di haramkan (
bukan darurat). Dengan agak dongkol (
mengurangi pahala sholat) saya betah-betahkan dan kalaupun telat saya harus naik bis. Alhamdulillah petugas PPKA meniup peluit tanda di berangkatkan kereta, masih nututi dengan lari secepat kilat. Perasaan lega antara sudah melaksanakan shalat dan tidak terlambat kereta. Usut punya usut, ternyata imam tersebut penumpang KA Turangga yang berangkatnya masih 30 menit lagi,
pantesan santai dan tumakninah banget.
Shalat Maghrib di Stasiun Mojokerto
Kebiasaan shalat maghrib berjamaah di stasiun mojokerto bermula saat kereta api rapih dhoho berubah jadwal. Perubahan jadwal yang sangat menguntungkan karena jam berangkatnya tidak mepet dengan jam pulang kerja. Penggemar
KA Dhoho sangat banyak. Dari banyaknya penggemar tersebut yang turun di mojokerto membentuk jamaah sholat maghrib. Pesertanya kurang lebih 10 orang. Pada awalnya imamnya bergantian, setelah mengerti kelebihan dan kekurangan masing-masing imam, disepakati tidak tertulis dan tidak terucap imamnya yang bacaannya paling enak dan fasih (
yang jelas bukan saya). Dengan seringnya jamaah shalat maghrib keakraban dari kami semakin bertambah. Itu salah satu point dari jamaah sholat maghrib di stasiun mojokerto bagi saya.
Cerita lain di tuturkan oleh teman
rombongan kereta stasiun Jombang shalat subuh berjamaah sambil menunggu kedatangan kereta KRD dari kertosono. Kiblatnya kebetulan berhadapan dengan kedatangan kereta arah kertosono dari Barat. Awalnya shalat dilaksanakan dengan khusyu' dengan penuh penghayatan. Setelah ada sorotan lampu dari barat yang menandakan kereta datang dan masuk stasiun jombang, imam jamaah semakin mempercepat bacaan dan gerakannya, bahkan sorotan lampu kereta semakin terang, shalatnya pun semakin cepat dan segera untuk diakhiri. Akhirnya shalat subuh berjamaah selesai dan jamaah tidak telat naik kereta.
Cerita lucu dalam melaksanakan shalat ini tidak di buat-buat, sebenarnya ini ujian bagi saya untuk lebih khusyu' dalam menjalankan shalat. Bagaimanapun shalat khusyu' itu susah untuk di jalani karena banyaknya godaan. Semoga kita semua bisa menjalani shalat dengan khusyu'.