Home » » Tenggang Rasa Dalam Kereta Api Ekonomi

Tenggang Rasa Dalam Kereta Api Ekonomi

Postingan saya tidak jauh-jauh dari kereta api ekonomi, karena memang tiap hari naik kereta api ekonomi pagi dan sore. Dalam gerbong kereta ekonomi terdapat banyak karakter manusia, ada yang baik dan ada yang belum baik. Intinya perbedaan itu adalah konsekuensi dari manusia sebagai makhluk sosial, tetap butuh orang lain, baik untuk sekedar mengobrol maupun interaksi sosial lainnya. Dalam interaksi satu orang dengan orang lain atau kelompok orang dengan kelompok orang lainnya pasti ada persinggungan baik itu bisa diterima maupun tidak bisa diterima oleh hati nurani.

Tenggang rasa dapat diartikan (sepengetahuan saya) saling menghargai, menghormati perasaan orang lain. Atau gampangannya tidak membuat orang terusik dan tersinggung karena perbuatan kita. Boleh bertindak, boleh melakukan pekerjaan asal tidak mengganggu orang lain, atau bisa mengkondisikan diri. Jika konsep tenggang rasa dimiliki oleh setiap individu, betapa indahnya kehidupan sosial ini. Tapi namanya juga manusia, ingin di pandang lebih oleh manusia lain, padahal resepnya dihargai orang lain ya harus menghargai orang lain terlebih dahulu.

Pagi di stasiun mojokerto ketika berangkat kerja dengan KRD, alhamdulillah mendapat tempat duduk karena jarang sekali penumpang mojokerto mendapat tempat duduk, jadi perlu di syukuri. Duduk dengan tempat duduk 3 berhadapan dengan wajah yang saya kenal, tapi tidak tau namanya. Lima orang ini saya familiar semua dan saling bertegur sapa, tapi tidak tau nama masing-masing dari mereka, aneh kan?. Saya tidak berniat memejamkan mata karena menunggu kondektur yang bernama pak Mulyono, mencek karcis saya kemudian baru memejamkan mata. Tanggung jika saya tidur kemudian di bangunkan pak Mulyono ini, nanti malah tidak bisa tidur lagi. Kurang lebih 30 menit perjalanan teman saya ini terusik tidurnya oleh obrolan di tempat duduk belakang kami. Ternyata ada 5 ibu-ibu yang sepertinya bukan penumpang biasanya, terlihat dari obrolan mereka. Ibu-ibu setengah metropolis ini naik dari stasiun kertosono, awal dari keberangkatan kereta KRD. Sejak dari kertosono jam 04.00 WIB mereka berlima terlibat obrolan yang tidak putus-putus, alias ngecopros terus. Saking asiknya mereka tidak memperdulikan orang lain yang kondisi tubuhnya berbeda, yang tiap hari melaju dari desa ke kota.

Salah satu dari teman saya menegur gerombolan ibu-ibu setengah metropolis tadi, "ngomong ae gak uwis-uwis" (ngobrol aja gak habis-habis). Dengan santai dan cengengesan dua dari lima ibu tadi menyaut dengan kompak "yo wes tho, wong lambe-lambe ku dewe" (biarin, lha ini bibir-bibir saya sendiri). Saya hanya tersenyum dalam hati, apakah seperti ini kualitas orang jaman sekarang. Mana rasa tenggang rasa itu?apakah tenggang rasa itu sudah punah?entahlah. Jika posisi saya dalam gerombolan ibu-ibu itu, maka saya akan menyetop obrolan itu, atau barangkali masih ingin ngobrol, cukup dipelankan saya sekiranya tidak mengganggu yang lain. Bagaimana jika saya nyumet mercon saat itu juga, ada yang kaget, saya bilang mercon-mercon saya sendiri kok situ yang sewot, nah ini tidak benar.

Lebih sialnya lagi, teman saya itu malah membalas perkataan gerombolan ibu tadi dengan menyulut rokok kretek, hasil dari beli eceran di warung tetangganya. Maksud hati ingin membuang asap rokok pada gerombolan ibu tadi untuk serangan balik. Tapi yang kena malah temannya sendiri, yaitu saya yang malah plempeken dengan asap rokok. Karena saya tidak merokok dan menghindari asap rokok (rokok pasif) malah tenggang rasanya jadi berantai. Ibu tadi mengusik teman saya, teman saya mengusik saya dan juga teman lainnya. Lha terus saya mengusik siapa?lebih baik saya tidur saja dari pada memikirkan tenggang rasa yang sudah punah. Terbangun di stasiun gubeng dengan tergagap-gagap dan langsung berlari untuk antri membeli tiket. Biso rumongso itu lebih baik dari pada rumongso biso.



79 komentar:

  1. hehehe....ngusik mengusik itu adalah pekerjaan saya kala malam hari, tapi baca postingan ini, soal ibu yang punya lambe itu,jadi kasian juga sama perokok pasih itu, ya sudahlah kalau demikia...usik-usik saya ajh deh....

    ReplyDelete
    Replies
    1. kang hadi wis gasik, selak arep golek gerombolan ibu2x..kwkkwww

      Delete
    2. sekali kali ikutan prinsipnya mang lembu, om
      katanya, karena perokok pasif lebih berbahaya ketimbang yang aktif. makanya mending jadi aktifis saja...

      Delete
    3. kang cilembu : halah, kalau yang ngusik kang cilembu mah tidak ngefek, paling tinggal ngorok juga sudah kapok, beliaunya, hehe

      mbak iis : jadi beliau mencari ibu ubi dong,
      mas rawins : halah malah jadi aktifis nanti ketangkep silop malah mendekam.
      mang yono : aktivis lingkungan hidup mang,

      Delete
    4. asal masuk nusakambangan malah enak om
      iso bisnis narkoba haha

      Delete
    5. katanya bisa pesan espegeh juga mas?

      Delete
    6. Jangan-jangan bisa juga pesan mendoaan di sana ?

      Delete
    7. spg sudah lama tutup. yang tersisa tinggal sma dan smk :D

      Delete
    8. pak ejawantah : di kantin mungkin ada pak, hehe
      mas rwn : dulu sih ada STM sama smea
      mas pay : yuk makan pentol

      Delete
    9. Soal perokok ini saya juga punya pengalaman beberapa tahun yang lalu. Saat itu dalam angkutan MIKROLET dari Bekasi ke Cililitan. Dalam Mikrolet itu banyak penumpang, termasuk saya di dalamnya. Ada satu orang yang ngepul ngepul merokok namun kami semua diam, padahal asapnya sudah membuat batuk orang.

      Kebetulan dalam Mikrolet itu ada perwira polisi, keliatan dari pangkatnya yang menegurnya, Akhirnya rokoknya dimatikan. Dari sini saya menjadi bertanya dalam hati, adakah keberanian kita jika ada tindakan serupa di tempat umum?

      Delete
    10. kalau saya selalu memikirkan dua kemungkinan. pertama jika orang tersebut bisa ditegur, kedua tidak bisa ditegur dan ngajak berantem. kemungkinan kedua ini yang selalu menjadi momok, karena saya kalahan dalam gelut menggelut

      Delete
    11. moso kalahan sih om
      aku dulu berantem dengan karateka dan3 juga menang

      *aku dan kawan kawan soale

      Delete
    12. aku ki kalahan mas, mending gak gelut, hehehe

      Delete
  2. hahhaaa......lha wong ngomong nganggoo lambe2xne dewe kog do sewot, itulah yg kurangnya etika, sebaiknya diam aja pak...

    ReplyDelete
    Replies
    1. diam bukan berarti kalah ya mbak... tapi diam malah tersiksa hehehe

      Delete
    2. mbak iis : katanya lambe wedok itu sangat seksi ya mbak, hehe
      mang yono : mengalah berarti kalah dong mang, buktinya tersiksa..hehe

      Delete
    3. didengarkan aja mas,,,
      buat pengantar tidur d dlam kereta

      Delete
    4. hehehe, masuk akal juga nih mbak,buktinya saya pulas

      Delete
  3. kata temen saya ketika saya dijepang : "semua orang memiliki hak nya masing-masing, tapi kita tetap dilarang untuk mengganggu hak orang lain". ^_^

    jadi menurut saya teguran adalah tindakan yang paling tepat, hehe. ^_^

    ReplyDelete
    Replies
    1. bebas tapi bertanggung jawab dan tidak mengganggu hak orang lain. top banget tuh mas

      Delete
  4. tegang rasa atau rasanya ada yang tegang liat ibu ibu metropolis..?

    *metropolis ki opo sih..?

    ReplyDelete
  5. indonesia raya katanya bangsa paling ramah tamah. saking ramahnya sampe ga berani negur kalo ada yang mengganggu kenyamanan di fasilitas publik dan pilih gangguin balik sambil ngedumel...

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalau ditegur ndak bisa harusnya dilempar panci ya mas..

      Delete
    2. ewuh pakewuh mas, masih di barengi emosi sih mas, jika menegur saja sih tidak masalah, tapi nanti malah bikin emosi jadi diurungkan saja, dan akibatnya ngedumel.
      lempar sandal saja mang, gak pake tawar

      Delete
    3. lempar petasan aja mas, biar semua pada terkejut

      Delete
    4. bandem bantalan sepur beres, om
      hhaa

      Delete
    5. kejaaaam semuanya nih...bantalan sepur kan atos mercon kan mengandung bahan peledak, enak di itik-itik ae lah

      Delete
    6. itik kan nek kecil
      rodo gedean dikit entok...

      Delete
    7. kang pak ies : mboten waantun pak, lha bodi guarde guedeee je.
      becek mentok kuwi biasae digawe tambul mendem towak

      Delete
    8. nek lebih gede lagi ga bakalan entuk
      *diembat tonggo...

      Delete
    9. hahaha...seneng sing gede-gede, nek aku seneng sing pas sak cakupan

      Delete
  6. tenggang rasa memang sudah punah ya... sampai sampai ditegur saja cengengesan, tapi yang kasihan lagi tuh perokok pasif ...

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe...saya sudah untung kok mang, lha wong saya tinggal tidur je..kesuweeeeen

      Delete
  7. metropolis menurut saya ibu - ibu bohay, mas

    ReplyDelete
  8. Tenggang rasa menjadi sesuatu yang sangat mahal harganya di era modern ini seperti kisah nyata dalam artikel ini. Tenggang rasa laksana berlian. Tidak setiap orang memilikinya karena mahal harganya. Namun katanya (karena belum pernah kesana) dan saya percaya, di negeri Jepang hal seperti itu tidak akan terjadi. Transportasi kereta api di Jepang sangat favorit. Sangat nyaman bepergian dengan kereta api disana. Orang-orangnya disiplin, tenggang rasa dan santun kepada orang lain. Mengapa kita yang sudah merdeka selama 68 tahun belum bisa meniru mereka (kerja keras dan cerdas, disiplin, tenggang rasa dan santun). Terima kasih sharingnya. Salam cemerlang !

    ReplyDelete
    Replies
    1. betul sekali mas herdoni, ada rasa menggunglkan diri atau pengen diakui oleh orang lain jadi mengesampingkan tenggang rasa. Dimulai dari diri sendiri saja atau dari orang terdekat kita, baru bicara kebiasaan

      Delete
  9. kata guru saya kalau pelajaran biologi, tegang malah masuk. kalau pelajaran fisika, tegang malah gak masuk,
    metropolis itu? begitulah........
    lho mang yono malah pulgar, bisa dikatakan memperhatikan penampilan lah...

    ReplyDelete
  10. kadang kita hanya bisa diam, bila ketenangan kita terusik. padahal tidak selamanya "diam itu emas" karena dengan diam kita tidak bisa merubah apapun.

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe..nah konteks ini betul, kalau diam itu tak selamanya emas, tapi tetep ada baike

      Delete
    2. Aku kadang gitu, lebih milih diem..
      Tapi nyesek yang ada..

      Delete
    3. kata mas rawin gak boleh diem dari pada ngedumel, mending main iron man aja deh

      Delete
  11. nek pedal kuwi dipancal baru medhal ya kan pak ies?

    ReplyDelete
  12. hahaha

    mending biso rumongso daripada rumongso biso

    manteb itu buat orang yang sombong sok pinter padahal ga ngerti blas yo

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe...buat pengingat diri saya sendiri aja deh mbak..siapa tahu saya masuk yang itu , hehehe

      Delete
    2. Kalau sudah di dalam jangan kelamaan ya Kang, nanti kasihan yang di luar. Yang diluar juga harus segera diingatkan. he,, he,,, he,,,

      Delete
    3. yang diluar sudah kepanasan ya, okelah gantian kalau gitu, hehe

      Delete
  13. mau komentar apa ya ..saya bingungg hhehe mas

    ReplyDelete
    Replies
    1. lah ini sudah berkomentar, apa kabar mas valen

      Delete
  14. nek kerikil kuwi keri keri ing sikil, nek keripik ?

    ReplyDelete
  15. Ini artinya apa mas kurang ngerti saya"Biso rumongso itu lebih baik dari pada rumongso biso" :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. ora biso omong jowo ya pempodo... (*maaf campur bahasa kalimantan

      Delete
    2. kalau biso rumongso itu menghargai orang lain, kalau rumongos biso itu sombong mas, acuh gitu.
      nah saya malah pengen diajari mas pay bahasa kalteng

      Delete
    3. saya lahir dan besar di kalimantan tapi bahsanya campur aduk mas

      Delete
    4. asik tuh mas, pernah tinggal di pulau jawa beberapa saat kan? atau keluarga ada yang di pulau jawa?

      Delete
    5. masa kecilnya pindah2 kota terus... mengikuti dinas orang tua

      Delete
  16. hahha.. lucu critanya mas.. kapan-kapan mas agus coba aja "nyumet mercon" nya... ntr kalau ada yang marah bilang aja "mercon-mercon saya" gitu aja.. hahahaha

    wes wong jaman sak iki memang koyo ngono klakuane mas... gor mikir udele dewe.. (iya donk.. mosok arep mikirke udele koncone) wkwkwkwkwkwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. nek mikir udele uwong yo repot mas,di seneni bojoku lak an.

      Delete
  17. Ha,,,, ha,,,, ha,,,,, delematis kehidupan masyarakat yang sudah melupakan nilai suatu tradisinya untuk berbudi luhur.

    Salam wisata

    ReplyDelete
  18. Asal jangan berat saja pikulannya pak Ies. he,, he,, he,,,,

    ReplyDelete
  19. Lambe-lambeku dewe, mau tak sobek-sobek yang terserah aku dewe :)
    Kalau tidak mau mendengarkan tutup telinga saja :)
    Mercon lagi mahal om :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe....lebih enak lagi kalau tidur mas, wes gak ngurus lambene uwong

      Delete
  20. :D Aku nggak ikut komentar lho mas ..

    ReplyDelete
    Replies
    1. lha ini komentar gitu lho mas , ah mas nazar ini tak itik-itik

      Delete
  21. hahahaha, perumpaan merconnya itu langsung membuka pikir,, tapi membaca komentar sobat jangkaru bumi diatas, jadi ikutan mesem, malah ngakak dwe lho mas...emang do ngeyel yo..

    tengang rasa memang sudah pergi jauh ditrjang kapitalis yang terus membumi.. klo dulu anak anak cium tangan pakai hidung, jaman sekarang mereka caraa menciumnya pakai kening.. itu seperti isyaroh, bahwa hati jarang digunakan ketimbang pikir. jadi mikire duwek duwekku dewe itu tadi, hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe..dapat pelajaran dari pak wisata. konon katanya hewan lebih berarti dari pada manusia, orang kehilangan kambing dipikir sampai malam. orang kehilangan mertua malah seneng, aneh kan pak ? hehehe

      Delete
  22. tenggang rasa yang berantai dari kebisingan ibu2, lalu serangan asap rokok, lalu di posting ke blog, lalu di baca ibu, lalu blog nya jadi bahan pembicaraan ibu2 di kereta api, lalu bapak2 membuat asap rokok, lalu di psoting di blog lagi, lalu di baca ibu2 lagi, lalu di jadikan bahan obrolan ibu2 di kereta..... hhh capek...

    ReplyDelete
    Replies
    1. ibu2 tadi mencari di google dengan judul tenggang rasa didalam kereta kemudian jadi bahan obrolan lagi, orang sebelah telah mempublikasikan kelakuan kita-kita.

      Delete
    2. makanya obrolan ibu2 pasti tentang tenggang rasa dari blog mas agus... jadi...

      Delete
  23. pak ies : keri keri ing pikir, hehe
    pak eja : pikulannya mirip gagang pacul sih

    ReplyDelete
  24. hehe... saya bisa merasakannya sebagai sesama pengguna kereta komuter begitu. memang jan Mas, nek saya aluwung meneng tok ae selama perjalanan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. jangan meneng ae lah
      sekali kali musti bergerak
      dan jangan lupa bernafas lik...

      Delete
    2. heehe nasib orang yang mengutamakan keenakan orang lain. Sebenarnya saya nulis ini tidak ngedumel kok, cuma cerita kalau teman saya yang ngedumel, kalau saya santai aja.

      kalau tidak bernafas katanya menghayati lho mas..

      Delete
    3. cuma ngedumel di blog wkwkwkwk.. peace..

      Delete

Silakan Tinggalkan Komentar Sesuka Hati, Bebas
Link Hidup ? Jangan Deh